NaionalPolitics

Bambang Brodjonegoro Bongkar Dalang di Balik Kenaikan PPN 12 Persen

SuaraTimurDaily.co.id – Mantan Menteri Keuangan pada era pemerintahan Joko Widodo, Bambang Brodjonegoro, mengungkap adanya peran pengusaha dalam wacana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga menjadi 12 persen. Dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, Bambang menyatakan bahwa pengusaha tersebut mengusulkan kenaikan PPN secara bertahap sebagai kompensasi atas penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.

Menurut Bambang, pada tahun 2015 saat ia masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, pengusaha tersebut mengusulkan agar tarif PPh Badan yang saat itu sebesar 25 persen diturunkan menjadi 17 persen, setara dengan Singapura. Tujuan dari usulan ini adalah untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam menarik investasi.

Namun, Bambang mempertanyakan bagaimana pemerintah dapat menjaga penerimaan negara jika tarif PPh Badan diturunkan. Pengusaha itu pun mengusulkan agar penerimaan pajak ditutup dengan menaikkan tarif PPN secara bertahap.

Bambang dengan tegas menolak usulan tersebut. Ia menilai kebijakan tersebut tidak adil, sebab PPN dikenakan pada semua lapisan masyarakat melalui barang dan jasa, sementara PPh Badan hanya berlaku bagi perusahaan besar yang telah menjadi wajib pajak. “Secara instan saya menolak,” ungkapnya.

Baca Juga: Mengungkap Fakta Kasus Uang Palsu di UIN Alauddin, Lebih dari Sekadar Kejahatan Biasa?

Meski demikian, setelah Bambang tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan, upaya pengusaha tersebut tetap berlanjut. Akhirnya, wacana ini terealisasi melalui pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021.

Dalam UU HPP, tarif PPh Badan diturunkan menjadi 22 persen pada 2022, sementara tarif PPN naik bertahap dari 10 persen menjadi 11 persen, dan direncanakan naik lagi menjadi 12 persen pada 2025. Bambang menyoroti bahwa proses ini memakan waktu enam tahun sejak usulan awal pada 2015.

Ia juga mengkritik perbandingan dengan Singapura dalam hal tarif pajak. Menurutnya, Indonesia memiliki kondisi yang sangat berbeda dari Singapura, baik dari segi demografi maupun geografi. Singapura adalah negara kecil dengan populasi sekitar 5 juta jiwa, sehingga kebutuhan fiskalnya jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia.

“Pemerintahan Singapura mungkin bisa royal dengan penduduknya, tapi kebutuhan mereka tidak sebesar Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia,” jelas Bambang.

Baca Juga: Anggota DPR RI Sonny T. Danaparamita: Selamat Hari Jadi Banyuwangi ke-253, Perkokoh Sinergi untuk Pembangunan Berkelanjutan

Sementara itu, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memastikan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari mendatang, sesuai UU HPP. Kebijakan ini menuai penolakan dari masyarakat. Hingga 25 Desember, sebanyak 193 ribu orang telah menandatangani petisi daring berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” yang mendesak pembatalan kenaikan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *